
Mengenal Perbedaan Sertifikat Tanah HGB dan SHM. Belakangan ini Anda pasti sering mendengar istilah HGB pada pemberitaan di media massa. Ya, pembelian RS Sumber Waras yang bersertifikat HGB dulu sempat ramai diperbincangkan. Sebenarnya apakah HGB itu?
Di Indonesia ada beberapa jenis surat tanah yang berlaku hingga saat ini. Misalnya saja, Akta Jual Beli (AJB), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Dari semua jenis surat tanah tadi, terdapat dua jenis surat tanah yang umum kita temui saat bertransaksi properti yaitu Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
Kedua jenis surat tanah ini sama-sama diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), sebagai lembaga yang mengatur urusan pertanahan di Indonesia. Hanya saja, keduanya memiliki perbedaan yang penting untuk Anda ketahui.
Sertifikat Hak Milik (SHM) misalnya, adalah hak penuh atas kepemilikan tanah pada kawasan dengan luas tertentu yang disebutkan dalam sertifikat tersebut. Sedangkan Hak Guna Bangunan (HGB) menurut pasal 35 UUPA adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, selama jangka waktu tertentu.
Perbedaan sertifikat tanah paling utama antara SHM dan HGB terletak pada masa berlaku keduanya. Tanah dengan SHM tidak memiliki masa berlaku tertentu atau berlaku selamanya. Karena itu SHM kedudukannya lebih tinggi daripada HGB dalam hal hukum agraria.
Ada Masa Berlaku
Tidak seperti Sertifikat Hak Milik, HGB memiliki masa berlaku tertentu. Hak Guna Bangunan biasanya berlaku selama 30 tahun, kemudian pemilik HGB bisa melakukan perpanjangan masa berlaku pertama 20 tahun, dan perpanjangan masa berlaku ke dua hingga 30 tahun. Jadi jika ditotal HGB bisa berlaku selama 80 tahun.
Anda bisa memperpanjang HGB ini di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) daerah Anda. Biaya yang harus dikeluarkan tergantung luas tanah, lokasi, dan harga tanah.
Lalu bagaimana jika masa 80 tahun HGB sudah habis? Hingga saat ini, belum ada tanah HGB di Indonesia yang melampaui usia 80 tahun tersebut. Hal ini disebabkan UU Agraria yang membawahi peraturan pertanahan di Indonesia, belum berusia lebih dari 80 tahun.
HGB juga bisa habis masa berlakunya karena beberapa sebab, antara lain masa berlakunya dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena ada syarat yang tidak terpenuhi, dilepas oleh pemegang haknya, atau pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat. HGB juga bisa dicabut jika tanah tersebut musnah atau ditelantarkan.
Apabila hal-hal yang membuat status HGB dicabut tadi terjadi, maka tanah yang sebelumnya menjadi milik pemegang hak akan ditarik menjadi milik negara. Hal ini disebabkan peraturan perundangan di Indonesia yang menyebutkan setiap kekayaan alam, termasuk tanah adalah milik negara.
Beda Peruntukan
Perbedaan sertitikat tanah mendasar lainnya antara SHM dan HGB adalah soal ditujukan keduanya. SHM ditujukan untuk kepemilikan pribadi, sementara HGB diperuntukkan untuk badan atau perusahaan. SHM bisa saja diberikan pada badan untuk suatu bidang tanah tertentu.
Contohnya Badan yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial bisa mendapatkan SHM atas tanah yang dimilikinya. Tanah dengan SHM itu nantinya akan menjadi milik badan keagamaan atau sosial tersebut secara penuh melalui keputusan kementerian yang membawahinya.
Jual-Beli Properti Dengan HGB
Apabila HGB habis masa berlakunya, bukan berarti properti bersertifikat HGB ini tidak dapat diperjualbelikan. Tanah yang bersertifikat HGB yang habis masa berlakunya tetap bisa diperjualbelikan secara hukum, karena yang diperjualbelikan adalah hak atas tanah tersebut. Namun, pihak-pihak yang bersangkutan dalam jual beli ini harus melakukan kesepakatan dalam beberapa hal.
- Pihak manakah (penjual atau pembeli) yang akan melakukan perpanjangan masa berlaku HGB yang diperjualbelikan.
- Menghubungi kantor BPN sesuai lokasi untuk memastikan ukuran tanah HGB yang diperjualbelikan serta perpanjangan masa berlaku HGB.
Menaikan Status HGB ke SHM
Agar terhindar dari biaya perpanjangan HGB serta untuk mengukuhkan status tanah milik Anda, ada baiknya untuk menaikkan status HGB ke SHM. Anda bisa meminta bantuan Notaris atau PPAT untuk mengubah status HGB menjadi SHM. Anda juga bisa melakukannya sendiri dengan mendatangi kantor BPN sesuai lokasi Anda. Berikut ini hal yang perlu Anda persiapkan untuk mengubah status HGB menjadi SHM.
- Sertifikat HGB asli.
- Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
- Fotokopi KTP/ identitas diri lainnya. Fotokopi SPPT PBB.
- Surat permohonan pengajuan ke kantor pertanahan.
- Biaya peningkatan sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).